Menjelang kematian
Tidak ada yang tahu kapan ajal ini menjemput, namun kalau dihubungkan dengan Surat Al Israa ayat 85 “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” Mutlak ruh adalah urusan Allah, namun dari arti “diberi pengetahuan yang sedikit” bermakna bahwa “ada yang tahu” tentang ruh dan orang yang tahu adalah orang-orang pilihan dari Allah. Ruh adalah ghaib dan kematian juga ghaib tetapi kita harus percaya dan yakin karena seorang muslim harus percaya hal yang ghaib juga (Al Baqarah ayat 3).
Dalam dunia kebatinan, misalnya “kejawen”, sudah banyak pembahasan tentang tanda-tanda menjelang kematian. Contohnya adalah jika 1 tahun sebelum ajal menjemput seperti melihat cahaya yang keluar dari tubuh, mimpi menyeberang jembatan tetapi jembatannya ambrol dan lain-lain. Namun ciri-ciri yang semakin kuat adalah sekitar 40 hari menjelang ajal seperti ketika berjalan ditengah terik matahari, kadang bayangan itu hilang yang diikuti dengan keadaan tubuh yang letih dsb. Bagi para orang yang peka dan tahu sudah mendapatkan firasat ini, maka tidak ada hal yang bisa dilakukan kecuali menata diri untuk menghadapi kematian itu seperti banyak berdiam didalam rumah yang hanya digunakan untuk berpuasa, beribadah dan minta ampun kepada Allah dan juga berkunjung ke kerabat atau sahabat untuk minta maaf dan sebagainya.
Terlepas sudah menerima firasat kapan ajal menjemput atau tidak, itu tidak penting karena persiapan tidak perlu menunggu datangnya firasat. Persiapan menjelang kematian dilakukan sedini mungkin, sejak sekarangpun kita harus mempersiapkan akan datangnya kematian itu sendiri. Persiapan kematian tidak lain adalah dengan “melembutkan diri” dihadapan makhluk dan terlebih di hadapan Allah. Ruh adalah sangat halus, karena ruh adalah angin sehingga keluarnya ruh dari tubuh ini juga harus dengan kelembutan. Kelembutan tidak akan bisa dicapai tanpa “riyadhoh” yaitu berupa sholat 5 waktu, puasa, zakat dll. dilengkapi dengan sholat sunah terlebih sholat tahajud dll.
Perilaku yang lain adalah jauhlah dari sifat “ghodhob” atau amarah karena amarah akan mempersulit diri sendiri akan jalan kematian. Kematian yang terindah adalah kematian yang penuh dengan ketenangan.. bukankah sudah jelas dasarnya … “Hai jiwa yang tenang.. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya (Surat Fajr 27-28).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar